-->

Pedagang Kaki Lima dan UMK Sebuah Gerakan Nyata Membangun Ekonomi

- 12/09/2017
Sosialisasi program APKLI, Semarang 9 Desember 2017

Soreini.com, Mungkin diantara kita pernah melihat sebuah gerobak dengan atribut partai, atau lapak dengan spanduk partai. Bayu Romawan pengurus APKLI DPD Semarang menyoroti, kurangnya perhatian pada PKL mengakibatkan para PKL sering digunakan sebagai media kampanye.

Hal ini sangat disayangkan, dalam opininya ia menusliskan jika pedagan kaki lima tidak berbeda dengan para nama-nama pengusaha besar, mereka sama-sama pengusaha juga.

Para pedagang kecil,Asongan,pedagang warungan,usaha kecil sampingan di rumah, sejati nya adalah Para Pengusaha.

Jokowi, Jusuf Kalla, Prabowo, Bob sadino, Liem Soei liong, Tommy Winata, Sandiaga Uno, mereka semua adalah Pengusaha juga begitu juga para PKL.

Yang membedakan mereka adalah skala usaha dan nasib saja. Latar pengetahuan dalam bisnis, modal, akses, relasi hal inilah yang membedakan mereka.

Sementara, Para pengusaha kecil hanya bisa mengelus dada ketika merasakan kesulitan dalam permodalan, menjadi tema atau kemasan produk lembaga keuangan pemerintah, swasta nasional, maupun asing yang sangat tidak ramah dengan usaha kecil mereka.

Bahkan ada juga para calon wakil rakyat menjadikan UMK sebuah menu wajib dalam mewarnai kampanye  pemilihan, untuk mendapatkan dukungan suara. Setelah mereka lewat masa pemilihan, mereka dengan mudahnya melupakan semua bahkan kepedulian pada PKL hampir tidak ada lagi.

Memang tak semua wakil rakyat ataupun pemimpin berlaku demikian. meski hanya segelintir namun fenomena ini memang ada.

Disini saya hanya ingin menyampaikan sebuah pemikiran obyektif dan nyata:

Kilas  balik pada masa krisis moneter pada tahun 1998, pada saat itu banyak perusahaan kelas kakap tumbang, PHK besar-besaran, namun para pelaku PKL dan UMK tetap kokoh ditengah pahitnya kondisi ekonomi Indonesia.

Tingginya tingkat PHK pada masa itu, memaksa para karyawan yang biasa belanja di swalayan harus belanja diwarung dengan alasan bisa hutang.

Hal ini sebagai bukti bahwa pengusaha kecil berbasis Ekonomi kerakyatan seperti PKL  menjadi Juru selamat dan solusi cermat di kondisi sosial mengalami surut.


Ayo Maju Para PKL dan Pengusaha Kecil!!

Pertanyaan dari Ketua Badan Pengkajian MPRI-RI Bambang Sadono menjadi ajakan berorganisasi sekian yang saya dapat kan. Selain ajakan untuk membuat acara reuni SMP dan SMA.

Saya harus realistis, kegiatan sosial memang bisa jadi ladang amal. Namun, usaha memenuhi kebutuhan perut juga merupakan perjuangan atau Jihad yang berpangkal pada Amal pula.

Baru memulai kegiatan sosial tentang kebangsaan dalam perumusan GBHN dan Ekonomi kerakyatan dengan Pak BS, dari rekan alumni SMP 25 Semarang Tri Mustiko menggagas kegiatan sosial dari APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia).

APKLI menarik sense of Idealism dan Sense of Business melalui Program Pinjaman modal Rp.25 juta Tanpa Jaminan, dimana cicilan pertama dibayarkan di bulan ke 7 setelah dana diterima.

Ajakan dari Pak BS membuka perspektif baru bagi saya, porsi nilai sosial lebih besar dari pada sisi komersial.

(Oleh Bayu Romawan, red Fahmi Adestya)


Advertisement
comments